Jumat, 26 Agustus 2011

ketika penghargaan datang


I.   KETIKA
PENGHARGAAN DATANG

1.        Kunjungan Makan Siang Wakil Presiden
Panas Matahari Jakarta yang bersinar pada hari Rabu 12 April 2000,membuat
membuat orang gerah kepanasan. Mentari makin bersinar Wakil Presiden berjalan ke arah rumah sederhana yang terletak di pingger jalan, di bilangan Slipi, Jakarta Barat. Hari itu, seorang pejuang Irian, Johanes Abraham Dimara mendapat kunjungan wakil Presiden waktu itu, Ibu Megawati Soekarnoputri.
Di hari tuanya, Dimara sakit-sakitan banyak menghabiskan waktunya dikontrakanny. Membaca kitab suci, hari-harinya mengikuti perkembangan Irian dari surat kabar yang dibacanya oleh istrinya.
Setelah siding cabinet, Wakil Presiden Megawati didampingi Mentri PAN sekaligus Gubernur Irian Jaya yang waktu itu dijabat oleh Freddy Numberi menuju kediaman Dimara.
Wakil Presiden tugasnya yang padat meluangkan waktu untuk menyambangi Dimara. Integritas dan loyalitasnya tidak pernah goyah. Demi Indonesia, ia rela menjalani hidupnya dalam keadaan apa pun.
Pada bulan Mei 1999 ia mendapat penghargaan pemerintah berupa penghargaan Satyalancana Perintis Pergerakan Kemerdekaan dari Presiden Habibie, mantan anggota DPA.
2.        Penghormatan Terakhir yang Tak Terbayangkan
Kalau orang menyebutkan tahun 2000 adalah tahun emas, tahun keberuntungan, semangat kembali bangkit, dihari tuanya, perjuangan dan pendiriannya selama ini demi Merah Putih, Sabang-Merauke, tidak sia-sia. “Tuhan masih saying sama bangsa ini”.
Meski tubuhnya semakin rapuh termakan usia,semangatnya tetap menggebu masalah Irian. Api yang berkobar di dadanya seakan-akan tidak pernah padam. Di hari-hari terakhir ia masih menyebut pihak-pihak yang tidak tulus berjuang untuk Irian Jaya. Dengan semangat ’45-nya ia masih menyerukan persatuan bagi bangsa ini.
Memasuki bulan Septembet, hatinya kembali gundah melihat keadaan Irian. Gregetan melihat bendera bintang kejora berkibar di Irian Jaya. “Mereka tidak tahu sejarah, tidak tahu perjuangan….”. Pada  hari Senin, 9 Oktober 2000 dia dilarikan ke rumah sakit Pelni dan dirawat selama satu minggu. Tiga hari setelah keluar dari rumah sakit, ia kembali dibawa ke RS Gatot Subroto, Jakarta. Ia dirawat sebagai seorang anggota TNI berpangkat Mayot.
Hari jum’at malam tanggal 20 Oktober 2000 pukul 23.30 WIB. Dimara kembali kepada Yang Empunya Hidup.
Keteguhan hati Dimara sampai dihembusan nafas terakhir. Dalam diam saat jiwanya sudah membumbung, penghormatan kepadanya diberikan oleh seluruh petinggi TNI, mulai dari panglima TNI, laksamana Widodo A.S, dan tiga Kepala Staf: KSAD, KSAL, dan KSAU.
Gebernur Irian Jaya dan mantan gubernur pun meluangkan waktu member penghormatan terakhir. Dengan Mentri Muda Urusan Percepatan Pembangunan Kawasan Timur Indonesia, Manuel Kaisiepo, yang berasal dari Biak.
Pada saat upacara persemayaman, Pangdam 17 Trikora Mayjen TNI Albert Inkiriwang menjadi Inspektur Upacara di Mess Cendrawasih tempat jenazah disemayamkan. Di Taman Makam Pahlawan Kalibata, upacara militer diberikan kepadanya.
Penghargaan yang diberikan bentuk upacara militer dengan apa yang telah dilakukannya. Perjuangan yang tanpa pamrih, ketulusan yang tidak pernah goyah, dan ketegaran sampai akhir, merupakan bukti kecintaan J.A. Dimara pada Negara ini.
Usai upacara pelepasan di Mess Irian, Tanah Abang, jenazah tidak langsung dibawa ke Taman Makam Pahlawan Kalibata. Tugu di mana J.A. Dimara menjadi inspiratoranya. Beberapa saat kemudian, di TMP Kalibata, saat jenazah diturunkan ke liang lahat, mentari mencurahkan sinarnya dengan sangat cerah.
Penghormatan padanya tidak hanya dating dari pemerintah dan petinggi militer. Pihak yang berseberangan pemikiran pun datang ke persemayaman. Theys Eluay, dirinya sebagai pemimpin Papua Barat. Kepada istri almarhum, Theys mengakui perjuangan Dimara, “Dian memang pejuang luar biasa,”.
Saat buku ini ditulis tidak sedikit kalangan pandangan Dimara—yang sementara masyarakat Irian di Jakarta disebut kepala suku.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar